Serangan hama penggerek pucuk (Hysiphylla robusta) terhadap mahoni


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sebuah pohon menjadi sakit karena adanya aktivitas yang terus menerus dari penyebab penyakit pada pohon tersebut, dan tidak dalam waktu yang singkat. Berbagai macam penyebab penyakit yang dapat menular, yaitu bakteri, fungi, dan virus, pada berbagai macam tumbuhan tingkat tinggi. Kekhasan penyakit menular adalah interaksi terjadi yang terus menerus penyebab penyakit pada suatu pohon. Proses interaksi tersebut dalam banyak hal dapat menyebabkan gejala timbulnya yang dapat dilihat dari luar. Selain itu, hewan dari kelompok serangga diketahui sebagai penyebab kerusakan yang paling banyak. Kerusakan oleh serangga hama dapat terjadi pada semua tumbuhan penyusun hutan, pada semua tingkat pertumbuhan dan organ tumbuhan (akar, batang, daun, buah, dan biji)         (Yunasfi, 2007).
Besarnya kerusakan yang terjadi ditentukan oleh banyak faktor, termasuk jumlah serangga hama, cara serangga merusak, bagian tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman serta luas bagian hutan yang dirusak karena kebutuhan serangga akan makanan dan tempat tinggal, maka bentuk kerusakan yang terjadi banyak ditentukan oleh tipe alat mulut dan kebiasaan hidup serangga penyebab. Pembuatan Hutan Tanaman Industri (HTI) juga dapat menyebabkan serangga hama yang populasinya terbatas menjadi meledak. Salah satu contoh hama yang sering dijumpai pada tanaman mahoni yaitu hama penggerek pucuk Hypsiphyla robusta (shoot borer) (Suratma  n, 1988).
Tanaman mahoni memiliki bayak manfaat. Sejak 20 tahun terakhir ini, tanaman mahoni mulai dibudidayakan karena kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas kayu mahoni keras dan sangat baik untuk meubel, furnitur, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan. Sering juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak mudah berubah. Kualitas kayu mahoni berada sedikit dibawah kayu jati sehingga sering dijuluki sebagai primadona kedua dalam pasar kayu. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit mahoni akan menjadi kuning dan tidak mudah luntur (Kartiko, 1998).
Upaya pencegahan hama dan penyakit ditujukan untuk mempersempit potensi serangan HPT. Upaya tersebut adalah dengan mengelola/memanipulasi lingkungan biofisik yang tidak disukai HPT tersebut. HPT akan berkembang dengan baik jika lingkungan biofisik mendukung perkembangannya serta jumlah pakan/makanan tersedia melimpah. Oleh karena itu, upaya pencegahan HPT didorong pada upaya monitoring rutin dan sistem silvikultur yang mendukung tanaman dan tidak mendukung HPT (Sudarno, 1989).  
Tujuan Penulisan
Tujuan dari laporan ini adalah untuk mengetahui berbagai informasi mengenai hama pucuk mahoni (Hypsiphylla robusta (L.)) serta gejala yang ditimbulkan akibat serangan hama ini terhadap tanaman mahoni             (Swietenia mahagoni (L.) Jacq).
Kegunaan Tulisan
            Kegunaan dari penulisan laporan ini adalah agar pembaca dapat  mengetahui ciri-ciri tumbuhan akibat terserang hama dan juga dapat mengetahui teknik pengendalian hama yang ramah lingkungan dan mementingkan aspek ekologi.
TINJAUAN PUSTAKA

Botani Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.)
Berdasarkan klasifikasi ilmiahnya, tanaman ini termasuk dalam keluarga/familia Meliaceae. Tanaman yang di Indonesia dikenal sebagai mahoni ini mempunyai banyak nama sesuai dengan daerah atau negaranya. Di Bangli disebut sebagai mahagni. Di Belanda dikenal sebagai mahok. Orang Perancis menyebutnya acajou atau acajou pays, sementara tetangga kita (Malaysia) menamai tanaman ini cheriamagany. Lain lagi dengan orang Spanyol yang mengenalnya sebagai caoba/caoba de Santo/domingo. Di Indonesia sendiri tumbuhan berkayu keras ini mempunyai nama lokal lainnya, yaitu mahagoni, maoni atau moni. Asal usul tanaman ini dari Hindia Barat dan Afrika.
Klasifikasi tanaman yaitu kingdom: Plantae (Tumbuhan)Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga),Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)Sub Kelas: RosidaeOrdo: SapindalesFamili: MeliaceaeGenus:SwieteniaSpesies: Swietenia mahagoni (L.) Jacq. (Kartiko, 1998).
Syarat Tumbuh Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.)      
Tanaman mahoni ini merupakan tanaman tropis dan banyak ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai. Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat dengan pantai. Tanaman ini menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung (tidak ternaungi). Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang tahan banting, maksudnya tahan hidup di tanah gersang. Walaupun tidak disirami selama berbulan-bulan, mahoni masih mampu untuk bertahan hidup. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan biji, bisa juga dengan cangkok atau okulasi. Untuk tanaman mahoni yang akan digunakan sebagai tanaman obat, maka tidak boleh diberi pupuk kimia maupun pestisida (Balai Produksi dan Pengujian Benih, 1986).
Iklim  
            Mahoni dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat dengan pantai dan menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung. Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang mampu bertahan hidup di tanah gersang sekalipun. Walaupun tidak disirami selama berbulan-bulan, mahoni masih mampu untuk bertahan hidup. Syarat lokasi untuk budi daya mahoni diantaranya adalah ketinggian lahan maksimum 1.500 meter dpl, curah hujan 1.524-5.085 mm/tahun, dan suhu udara 11-36 C (Suratman, 1988).
Kondisi Tanah
Sifat Mahoni yang dapat bertahan hidup di tanah gersang menjadikan pohon ini sesuai ditanam di tepi jalan.Mahoni adalah jenis yang tumbuh pada zona lembab, sifat ekologis yang sangat penting pada jenis ini adalah kemampuan tumbuh di daerah yang kering sehingga sangat baik untuk digunakan pada kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (Balai Perbenihan Tanaman Hutan, 2002).
Biologi Hama
Hama pucuk dan daun dari jenis Swietenia mahagoni dan Swietenia macrophylla dari ordo Lepidoptera. Intensitas serangan pada daun mahoni kecil sangat besar. Ulatnya berwarna-warni, coklat sampai ungu dan hitam pada instar terakhir menjadi biru kehijauan, panjang ulat 2-3 cm, lebar kupu-kupu (bentangan sayap) 2,5 cm. Selain itu, tambahnya, ditemukan pula serangan hama penggerek pucuk mahoni (Hypsiphylla robusta (L.)) yang mengakibatkan kerusakan 40% tanaman mahoni berumur dua hingga lima tahun. Klasifikasi hama yaitu kingdom:Animalia (hewan), PhylumArthropoda, Kelas: Insecta, ordo: LepidopteraFamili: HymenopteraGenus:HypsiphyllaSpesies: (Hypsiphylla robusta (L.)) (Tjahjadi, 1989).
Gejala Serangan
           Penggerek pucuk Hypsiphylla robusta (shoot borer) merupakan famili Lepidoptera; Pyralida. Pada tingkat larva menyerang tegakan pada tingkat sapling terutama pada umur 3 - 6 tahun dengan tinggi antara 2 - 8 m, pada pohon dengan umur tua jarang dijumpai serangan ini. Dengan daur hidup 1 - 2 bulan, berbagai tingkatan larva dapat sekaligus melakukan penyerangan berulang kali         (Yunasfi, 2007).
            Gejala yang nampak adalah pucuk tiba-tiba menjadi layu, mengering dan lama-lama mati. Jika dipotong bagian batang pucuk yang mati akan dijumpai terdapat larva kumbang (seperti ulat) berada di dalamnya. Sampai saat ini belum ditemukan metode yang efektif guna mengatasinya. Pencegahan yang diajurkan antara lain penanaman multikultur (campur) antara mahoni dan akasia mangium dan pencampuran dengan Azadirachta indica (mimbo)
(
Huffakker dan Messenger, 1989).
Pengendalian
  1. Secara SilvikulturPengendalian silvikultur adalah usaha menciptakan tegakan hutan dan lingkungannya yang tidak disukai serangga hama. Usaha tersebut dilakukan dengan jalan cara berikut ini.
a)      Mengatur komposisi tegakan (hutan campuran). Sumber pakan serangga hama pada hutan campuran akan menjadi lebih terbatas dibandingkan dengan hutan sejenis.
b)      Mengatur kerapatan tegakan. Jarak tanam yang digunakan akan menentukan mikrohabitat yang akan berpengaruh bagi kehidupan serangga hama dan musuh alaminya.
c)      Mengatur kesehatan pohon. Pohon yang sehat akan lebih mampu menahan serangan berbagai spesies serangga hama.
d)     Mengatur umur tegakan. Penanaman yang tidak sinkron dengan siklus kehidupan serangga hama diharapkan dapat menghindarkan tanaman dari serangga hama, sehingga semakin lama populasi serangga hama yang bersangkutan akan tertekan karena kekurangan sumber makanan.
e)      Menanam jenis pohon yang tahan. Jenis pohon yang tahan hama didapatkan melalui pemuliaan tanaman.
2.    Secara fisik-mekanik
            Pengendalian secara fisik adalah pengendalian dengan memanfaatkan faktor-faktor fisik untuk mematikan atau menekan perkembangan populasi serangga hama, yang diantaranya dilakukan dengan mengubah suhu, mengubah kadar air, mengubah cahaya. Pengendalian mekanik bertujuan untuk mematikan serangga hama secara langsung, baik dengan tangan atau dengan bantuan alat, hal ini dapat dilakukan dengan, merusak habitat serangga hama, memasang perangkap, mematikan dengan tangan / alat, memagari tanaman, menangkap dengan pengisap.

3.    Secara hayati (biologi)
Pengendalian ini dilakukan antara lain dengan melepaskan musuh-musuh alaminya yaitu parasitoid dan predatornya.
4.    Pengendalian secara genetik
Pengendalian secara genetik yang sudah cukup banyak digunakan adalah menggunakan jantan mandul. Penggunaan jantan mandul ini dalam prakteknya sangat mahal khususnya untuk biaya pembiakan karena diperlukan ratusan ribu jantan mandul untuk satu kali pelepasan.
5.    Pengendalian kimiawi dengan insektisida
            Penggunaan pestisida dilakukan apabila hama sudah melebihi ambang batas ekonomi atau solusi terakhir karena pengendalian yang sebelumnya tidak berhasil. Karena penggunaan pestisida dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
(Nazif dan Pratiwi, 1989).










PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

Permasalahan yang timbul akibat serangan hama penggerek pucuk Hypsiphylla robusta yaitu hama yang terlalu banyak mengakibatkan Petani menggunakan pestisida yang berlebihan yang berdampak negatif dan produksi tanaman mahoni berkurang dan menyebabkan kualitasnya menurun.
Pembahasan
Dalam pengendalian hama Penggerek pucuk Hypsiphylla robusta, Petani selama ini tergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain yang harganya mahal, pestisida kimia juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain adalah Hama menjadi kebal (resisten), Peledakan hama baru (resurjensi), Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen, Terbunuhnya musuh alami, Pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia, Kecelakaan bagi pengguna.
Penggunaan pestisida nabati lebih berdampak positif dibandingkan penggunaan pestisida kimia untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman. Berikut ini adalah kelebihan penggunaan pestisida nabati. Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari, Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan napsu makan serangga walaupun jarang menyebabkan kematian, Toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relative lebih aman pada manusia dan lingkungan, Memiliki spectrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif.
            Teknik pengendalian hama dengan menggunakan pestisida sebaiknya dihindari karena berdampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nazif dan Pratiwi (1989) yang menyatakan Penggunaan pestisida dilakukan apabila hama sudah melebihi ambang batas ekonomi atau solusi terakhir karena pengendalian yang sebelumnya tidak berhasil. Karena penggunaan pestisida dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
            Hama penggerek pucuk Hypsiphylla robusta (shoot borermenyerang tanaman mahoni yang berumur 3-6 tahun, jarang menyerang tanaman mahoni yang sudah tua. Setelah tanaman terserang maka gejala yang nampak adalah pucuk tiba-tiba menjadi layu, mengering dan lama kelamaan dapat menyebabkan kematian. Sehingga untuk mendapatkan bibit mahoni sulit dalam jumlah besar. Hal ini mempengaruhi produktivitas tanaman mahoni, baik kualitas maupun kuantitasnya. Padahal tanaman mahoni memiliki banyak manfaat bagi manusia, baik secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartiko (1998) yang menyatakan bahwa tanaman mahoni mulai dibudidayakan karena kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas kayu mahoni keras dan sangat baik untuk meubel, furnitur, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan.
           




KESIMPULAN

1.    Gejala yang nampak akibat hama Penggerek pucuk Hypsiphylla robusta  pada tanaman mahoni adalah pucuk tiba-tiba menjadi layu, mengering dan lama kelamaan mengalami kematian.
2.    Metode yang paling efektif dalam pengendalian hama Penggerek pucuk Hypsiphylla robusta  adalah penanaman multikultur (campur) antara mahoni dan akasia mangium  dan pencampuran dengan Azadirachta indica.
3.    Pada tingkat larva, hama ini menyerang tegakan pada tingkat sampling terutama pada umur 3 - 6 tahun dengan tinggi antara 2 - 8 m dan hama ini jarang dijumpai menyerang pohon dengan umur tua.
4.    Pengendalian hama secara kimiawi atau dengan penggunaan pestisida sebaiknya dilakukan pada saat populasi sudah berada dalam ambang ekonomi.
5.    Tanaman mahoni dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang sarang dengan ketinggian 0 - 1.500 m dpl, temperatur tahunan 11-36 ÂșC dan curah hujan tahunan 1.524 –5.085 mm.







DAFTAR PUSTAKA

Balai Produksi dan Pengujian Benih. 1986. Petunjuk Teknis dan Pengujian Mutu Benih Mahoni (Swieteniamahagoni (L.) Jacq). Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Palembang.
Balai Perbenihan Tanaman Hutan. 2000. Diskripsi Jenis Tanaman Hutan Sumatera. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Palembang.

Huffakker, C.B dan P.S. Messenger. 1989. Teori dan Praktek Pengendalian Biologis. Terjemahan oleh Soeprapto Mangoendihardjo. Universitas Indonesia. Jakarta.

Kartiko, H.D.P. 1998. Penyimpanan dan Perkecambahan Benih Mahoni. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.

Nazif, M dan Pratiwi. 1989. Teknik Pengendalian Hama Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq). Pusat Penelitian dan Pembangunan Hutan. Bogor.

Sudarno, S. 1989. Tanaman Perebunan Pengendalian Hama dan Penyakit. Kanisius. Yogyakarta.

Suratman, F. G. 1988. Pengendalian Hama Tanaman Hutan Industri. Makalah Diskusi Hasil Penelitian dan Silvikultur Jenis Kayu HTI. Jakarta.

Tjahjadi, N. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Yunasfi. 2007. Permasalahan Hama, Penyakit dan Gulma Dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Usaha Pengendaliannya. Diunduh dari USU Repository.13 juni 2013.
Newer Oldest

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter